sumber : google.com |
Ada suatu budaya yang berkembang di tataran lingkungan kampus saat penerimaan mahasiswa baru di setiap universitas, baik itu penyambutan oleh kakak angkatan atau ‘penyambutan’ yang bisa dibilang kuno, malah terkesan primitif bagi pola fikir seorang mahasiswa. Betapa tidak, di peralihan era informasi menuju era konseptual ini banyak mahasiswa yang masih berfikiran jumud, atau tidak berfikir out of the box, masih mengimplementasikan nilai-nilai kekerasan bertopeng kedisiplinan, dan perkataan kotor berdalih ketahanan mental.
Hampir genap dua tahun saya duduk sebagai mahasiswa, menyaksikan berbagai jenis masa orientasi yang diterapkan, mulai dari pola wawancara yang menerapkan prinsip egaliterianisme, begitu santun kaka tingkat bertanya pada adik kelas barunya, juga yang muda begitu hormat menjawab pertanyaan kaka tingkatnya. Pada keadaan yang lain, mahasiswa baru menunduk dengan perasaan ‘takut’ sembari menyanyi plus topi segitiga diatas kepalanya ditambah barang bawaan yang lebih dari normal. Tampaknya model orientasi seperti ini lebih familiar di ingatan kita, bagaimana mereka harus membawa ‘ minuman tujuh turunan’ ditambah ‘piramid’, datang pagi sekali, lalu tiba di lokasi siap-siap untuk disentak tanpa alasan yang masuk akal.
Sebagai seorang mahasiswa, saya berfikir, lantas apa differensiasi antara siswa dan mahasiswa? para siswa di SMA melakukan masa orientasi yang modelnya hampir sama dengan kejadian diatas, bukan konten acaranya, tetapi substansi dari konten acara tersebut yang lebih mengarah pada pemerkosaan hak-hak siswa atau mahasiswa baru. Pernah terlintas dalam diri saya, ternyata para kakak angkatan memberikan model orientasi seperti itu agar menimbulkan kesan bagi adik tingkatnya, dan ternyata hal itu benar, mayoritas adik tingkatnya merasa berkesan, tentu kesan buruk kepada kakak angkatan. Darimana saya bisa katakan hal itu? Mari cermati bersama, mengapa pola orientasi dari tahun ke tahun hampir sama dan cenderung tetap seperti yang kita lihat? Hal itu karena ada kesan kurang baik pada adik kelas pada kaka tingkatnya dulu, oleh sebab itu angkatan yang telah merasakan masa orientasi ‘melampiaskan’ hal yang sama pada adik kelasnya. Hal ini akan berakibat fatal bagi paradigma awal para mahasiwa yang seolah di didik untuk menjaga warisan budaya sentak-sengor(sunda:menyentak dengan kasar).
Masa Orientasi mahasiswa baru harus diperlakukan sebagai Instrumen kaderisasi yang efektif juga jitu memecah perbedaan angkatan, senioritas juga batas pertemanan. Islam telah mengajarkan kepada kita agar memperlakukan yang kecil dengan kasih sayang, dan memperlakukan yang lebih tua dengan rasa hormat. Sebagai seorang muslim, sudah cukuplah bagi kita menjadikan hal ini sebagai basis masa orientasi, menghargai mahasiswa baru sebagai manusia yang merdeka, tanpa ada kekangan senioritas, dinding keangkuhan usia, atau sebuah hegemoni angkatan yang terkesan menjelma menjadi sebuah kekuatan tangan besi.
Dari kesadaran diatas, sudah sepantasnya bagi kita bersikap objektif dalam menyikapi sesuatu, tanpa embel-embel pembelaan pada kawan dekat atau kelompok tertentu, atau sebuah pemikiran ketakutan kalah pengaruh. Sudah saatnya bagi kita keluar dari berbagai macam kejumudan pola fikir, keluar dari alasan hukuman push-up sebagai alasan untuk olahraga dan kesehatan, padahal kita tahu olahraha yang menyehatkan itu bukan satu atau dua kali, tetapi harus rutin dengan frekuensi yang ditentukan. Sudah tiba waktunya bagi para mahasiswa merasa senang dengan pengumuman akan ada masa orientasi dikarenakan para kaka tingkat yang welcome menerima adik tingkatnya secara tulus dan ikhlas mendidik, seperti halnya petani yang merawat tanamanya agar tumbuh subur juga besar.
Tulisan ini bukan saya maksudkan untuk sekedar curahan hati atau malah provokasi, tulisan ini semata-mata ingin membuka pola fikir kita bersama menuju masa depan yang lebih baik, karena dengan sebuah harapan dan optimisme kita akan menjalani masa depan yang cerah bersamaan, masa depan yang diberkahi, penuh dengan kebahagiaan dan kekompakan.
0 tanggapan:
Posting Komentar