dok. pribadi |
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa sedetikpun melepaskan bantuan dari orang lain, semua yang kita makan,minum, pakai, lihat pasti ada orang lain yang berperan didalamnya. dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita mendapati orang lain membantu pekerjaan kita ataupun sebaliknya, kita membantu pekerjaan orang lain. namun dalam dinamika sosial, hubungan individu dengan individu yang lain tidak selamanya baik, kadang kita mendapatkan ketidak se-pahaman dengan orang lain yang membuat kita kadang merasa jengkel berujung marah. Begitu pula orang lain, kadang karena perbuatan kita, banyak orang merasa risih dan terganggu, baik disadari atau tidak sama sekali. Begitu pula dengan hal menyangkut perekonomian, keadaan ekonomi seseorang tidak selalu cukup dn tidak selamanya kurang asal ia mau berusaha, kita sering sekali menemukan orang-orang menengadahkan tangan di perempatan jalan untuk sesuap nasi, juga banyak orang yang berlomba-lomba memberikan harta terbaiknya untuk menolong kehidupan sesama, hal ini tentu merupakan dari ragam warna kehidupan yang menuntut kita mampu memilih sikap sesuai keadaan.
Allah Swt dalam wahyu yang Ia turunkan melalui Jibri As kepada Nabi Muhammad Saw memberikan arahan langsung apa yang harus kita perbuat dalam dahsyatnya gelombang pergaulan manusia. Allah mengajarkan kepada kita untuk meng-infaq-kan harta kita baik dalam keadaan lapang maupun sempit dan menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana yang telah saya kutip dari ayat al-Qur’an diatas.
Al-Maraghi menuliskan dalam kitabnya bahwa melakukan infaq dalam dua kondisi, yaitu mudah dan sempit menunjukan ketaqwaan (al-Maraghi juz IV:117), kita bisa mengeluarkan infaq bergantung pada kemampuan kita, kita bisa memberikan infaq kepada pengamen di Bus Damri saat kita pulang sekolah, membayar infaq bulanan atau biasa kita kenal dengan Uang Kas, memberikan ongkos lebih kepada Mang Becak yang bersedia mengantarkan kita tepat di depan sekolah, atau mentraktir makan siang teman yang membawa bekal pas-pasan dengan niat semata-mata karena Allah Swt.
Dalam menyikapi sifat manusia yang kadang tidak sesuai dengan kepribadian kita pun Allah Swt telah memberikan arahanya kepada kita untuk senantiasa bisa bersabar dan memberi maaf kepada orang lain. Orang yang menahan dan mengekang perasaan amarahnya, tidak mau melampiaskan, sekalipun hal itu bisa saja ia lakukan merupakan perbuatan yang jarang bisa dilakukan oleh setiap orang (al-Maraghi Juz IV:121). Setiap hari kita disibukan dengan situasi yang kadang kala menguras kesabaran kita, lalu lintas yang macet, pengendara lain yang menabrak dari belakang, teman yang sulit sekali mengerti saat kita menjelaskan materi dalam tugas kelompok, teman yang mengobrol pertandingan bola semalam padahal guru sedang seru menjelaskan bab fluida saat pelajaran fisika, atau amanah kepanitiaan yang begitu banyak sampai-sampai kita sibuk oleh sms undangan rapat yang mengganggu jam tidur siang. Semua ini bisa kita lalui dengan perasaan senang tentu jika kita melewatinya dengan kesabaran. Belum lagi kesabaran akan meningkatkan derajat kita jauh diatas orang-orang yang tidak bisa menahan emosinya.
Dalam sisa umur kita yang kian hari kian berkurang kita bersama bertekad untuk meningkatkan kesabaran, kepekaan sosial kita dengan berinfaq dalam keadaan lapang dan sempit dengan niat semata-mata karena Allah, berharap kita bisa masuk dalam golong orang-orang yang dicintai-Nya, masuk kedalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Mulailah dari hal yang terkecil, karena sesuatu yang besar dimulai dengan hal yang kecil dan kehidupan sukses dimasa depan dimulai dari hari ini.(Trias, 2012)
0 tanggapan:
Posting Komentar