Oleh: Hilman Rasyid*
Hari
ini, Selasa 26 Februari 2013, saya sedikit merasakan tentang sulitnya
untuk menjadi guru. Bukan guru yang hanya bisa memberikan ilmu,
melainkan menjadi guru yang profesional. Profesional? Bagi saya, salah
satu titik indikator untuk menilai tingkatan keprofesionalan guru bisa
dilihat dari tahapan perencanaan, eksekusi, dan evaluasi atau hasil
dalam mengajar. Guru yang ideal atau profesional adalah guru yang mampu
menapaki ketiga tahapan tersebut dengan baik dan maksimal.
Pertama,
perencanaan. Perencanaan di sini dalam arti berbetuk Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP. Hari ini saya belajar bahwa
membuat RPP itu bukan hanya tidak mudah melainkan harus teliti,
sistematis dan tidak boleh asal-asalan. Karena harus sesuai dengan alur
materi serta target pencapaian yang diinginkan. Perencanaan inilah yang
nantinya akan menentukan proses pembelajaran di kelas. Bagi saya,
perencanaan itu sangatlah penting sama pentingnya dengan memakai baju
dengan rapi sebelum pergi keluar rumah. Perencanaan inilah yang nantinya
harus kita eksekusi atau implementasikan di kelas. Karena perencanaan
tanpa eksekusi adalah sebuah lamunan dan eksekusi tanpa perencanaan
adalah mimpi buruk. Pada titik inilah peran penting yang pertama yang
harus dilakukan oleh seorang guru. Namun, jika kita korelasikan dengan
kurikulum 2013. Sangat disayangkan memang ketika kurikulum 2013 sedikit
berkehendak lain.
Penyusunan dan perancangan silabus
tidak akan dibuat oleh setiap guru dan sekolah, namun disusun dan dibuat
oleh pihak pemerintah pusat langsung yang dalam hal ini juga oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini sama dengan ketika
Kurikulum 1975 hingga Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004. Silabus sudah
disiapkan kementerian sehingga guru tinggal menyusun RPP. Hal inilah
menjadi persoalan yang sangat krusial. Penyusunan dan perancangan
silabus oleh setiap guru akan lebih baik ketimbang oleh pihak yang tidak
tahu kondisi sebenarnya.
Kita tahu bahwa silabus
adalah sebuah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran tertentu
yang di dalamnya mencakup berbagai aspek kegiatan dan rancangan. Silabus
yang baik adalah silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah dan potensi
daerah masing-masing yang dalam hal ini diberikan kewenangan pada
sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan
pendidikan. Sehingga mau tidak mau, seorang guru harus siap dan mampu
membuat silabus yang baik sesuai dengan kondisi dan tujuannya. Di
sinilah kewenangan signifikansi seorang guru. Ia harus dilatih dan
dibina untuk membuat silabus dan RPP yang ideal sesuai dengan kondisi
yang ada.
Baiklah kalau Kemendikbud sudah bertindak
tegas dan percaya diri, kita hanya rakyat kecil yang hanya bisa berusaha
dan berdoa tanpa memiliki sebuah kekuasaan. Kita tidak boleh tenggelam
dalam kekecewaan itu. Simpan sedikit kekecewaan dan keraguan itu untuk
menjadi saksi perjuangan kita selama ini tiada lain dan tiada bukan
hanya untuk berusaha bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Kemendikbud kita terlihat yakin sekali dengan kurikulum 2013
ini, sehingga mau-tidak mau kita juga harus yakin karena mungkin saja
ada beberapa hal yang belum sama sekali kita ketahui dan kita mengerti,
sebagai calon guru.
Kedua,
eksekusi praksis (baca: implementasi). Berbicara tentang eksekusi itu
tidak terlepas dari kemampuan dari aktor utama itu sendiri dalam
melakukannya. Aktor utama yang dalam hal ini adalah guru. Tahapan ini
merupakan sebuah proses yang utama dalam pembelajaran. Karena sebagus
dan seideal apapun sebuah perencanaan baik itu Silabus dan RPP, kalaulah
seorang guru tidak mengerti akan perencanaannya itu serta tidak mampu
ber-retorika dengan baik, maka rancangan perencanaan itu hanyalah mimpi
indah belaka. Sehingga retorika seorang guru inilah yang nantinya akan
menentukan tingkatan kepahaman para peserta didik terhadap materi yang
diajarkannya.
Tentu tahapan ini adalah tergantung bakat
naluritas atau mungkin bakat ini bisa muncul juga lewat pelatihan atau
dalam sertifikasi guru. Guru bukan hanya harus mampu berbicara di depan
kelas, melainkan ia harus mampu bercakap dengan baik dan jelas sesuai
alur sistematika serta metode yang ada dalam perencanaan. Pepatah
mengatakan bahwa ketika seorang guru akan mengajar 1 jam, maka ia harus
belajar 3 jam terlebih dahulu. Dalam pepatah ini ada sebuah korelasi
vertikal terkait pentingnya sebuah perencanaan bagi seorang guru sebelum
ia terjun ke lapangan yang nyata.
Ketiga,
Evaluasi. Evaluasi merupakan tahapan penilaian yang perannya tidak
kalah penting dengan tahapan di atas. Karena pada titik ini, seorang
guru bukan hanya bisa menilai baik atau buruknya kemampuan para peserta
didik, melainkan pada titik ini juga seorang guru mampu mengetahui
kekurangannya dalam mengajar. Baik buruknya retorika seorang guru ketika
mengajar di kelas dapat dilihat dari tahapan ini.
Namun
ini juga tidak bisa menentukan penuh dalam mengevaluasi seorang guru
dan murid. Mungkin saja hasil evaluasi dari seorang siswa itu jelek
karena retorika guru yang kurang dimengerti atau tidak menjangkau ke
seluruh siswa. Juga mungkin saja hasil evaluasi seorang guru jelek,
karena mayoritas muridnya yang selalu acuh atau sulit mengerti karena
mungkin ada banyak masalah pada psikologinya. Oleh karena itu, seorang
guru atau ketika kita menjadi guru maka kita harus melihat dari 2 sisi
itu secara objektif. Apalagi jika hasil evaluasi itu nilai semua peserta
didiknya buruk. Sungguh hal yang konyol ketika seorang guru menilai
hanya dari satu sisi saja, yaitu hasil belajar dari peserta didik itu
tanpa melihat baik atau buruk retorikanya dalam mengajar.
Mungkin itulah sedikit catatan dari seorang calon guru atau calan S.Pd (joking:
Sarjana Pemberian Dosen) yang mencoba berbicara tentang guru
profesional. Guru adalah aktor utama dalam pembelajaran di sekolah.
Untuk menjadi guru yang profesional itu tidaklah mudah. Sebagai calon
guru, maka mari kita hormati guru-guru kita dan mari kita berusaha untuk
menuju guru yang profesional. Karena menurut saya, pada hakikatnya guru
itu haruslah profesional. Guru mengajar Indonesia. Lalu, Salam
Indonesia Mengajar!
*Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia’10
Ketua HIMA Persis PK UPI
0 tanggapan:
Posting Komentar